Oleh: Ewia Ejha Putri
Baca Juga:
Materialisme, dalam konteks agama, adalah suatu perhatian yang berlebihan terhadap aspek dunia dan harta benda, yang dapat mengaburkan nilai-nilai spiritual dan etika. Sayangnya, kita sering kali mendapati tanda-tanda materialisme muncul di mimbar-mimbar masjid, tempat yang seharusnya menjadi tempat untuk memperkuat nilai-nilai spiritual.
Pertama-tama, kita harus memahami bahwa materialisme bukanlah sesuatu yang sepenuhnya salah. Agama Islam sendiri mendorong pemeluknya untuk mencari rezeki dan berbagi kekayaan dengan orang-orang yang membutuhkan. Namun, ketika materi dan harta benda menjadi pusat dari khutbah di masjid, itu bisa menjadi masalah.
Khutbah di masjid seharusnya menjadi wadah untuk menyampaikan ajaran agama, etika, dan nilai-nilai spiritual. Masalahnya muncul ketika para khatib lebih banyak berbicara tentang kekayaan material, kesuksesan dunia, dan aspek-aspek duniawi lainnya, sementara ajaran agama yang sejati, seperti kasih sayang, kepedulian terhadap sesama, dan hubungan dengan Allah, menjadi minim perhatiannya.
Efek dari materialisme di mimbar-mimbar masjid ini adalah masyarakat yang semakin terfokus pada pencapaian materi dan status sosial, sementara nilai-nilai spiritual terabaikan. Hal ini dapat mengarah pada perpecahan dalam masyarakat, ketidakadilan sosial, dan hilangnya solidaritas yang seharusnya diinspirasikan oleh agama.
Ketika kita mengabaikan nilai-nilai spiritual, perpecahan Masyarakat pun boleh jadi tidak bisa dihindari. Kesadaran akan persatuan dan kebersamaan yang seharusnya diilhami oleh agama pun hilang, digantikan oleh persaingan buta untuk meraih lebih banyak harta. Ketidakadilan sosial merajalela ketika fokus kita hanya pada pencapaian materi, dan akhirnya, solidaritas sosial menghilang.
Fans
Fans
Fans
Fans