Menggali Makna Salah Boleh, Bohong Jangan di Balik Kecanduan

Menggali Makna Salah Boleh, Bohong Jangan di Balik Kecanduan

Selain itu, mantan pecandu narkoba berisiko tidak mampu merealisasikan visi dan misi yang ia janjikan selama kampanye. Janji-janji yang dibuatnya bisa dianggap hanya sebagai retorika untuk memenangkan suara, bukan sebagai komitmen yang sungguh-sungguh untuk diwujudkan. Masyarakat mungkin merasa dikhianati ketika program-program yang dijanjikan tidak direalisasikan dengan baik, dan hal ini dapat menimbulkan kekecewaan besar. Kepemimpinan yang gagal memenuhi harapan masyarakat akan sulit mempertahankan stabilitas, dan ini mengikis legitimasi pemimpin di mata publik.

Baca Juga:

GENOSIDA ITU BERNAMA NARKOBA

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pola manipulasi yang digunakan selama masa kecanduan bisa terbawa ke dalam gaya kepemimpinan. Pemimpin yang terbiasa berbohong untuk menutupi kelemahan atau kesalahannya akan menciptakan lingkungan yang tidak transparan dalam pemerintahan. Keputusan-keputusan penting mungkin diambil berdasarkan upaya untuk melindungi citra atau menghindari tanggung jawab, alih-alih untuk kepentingan rakyat. Ini dapat merusak integritas pemerintahan dan menimbulkan ketidakpercayaan di antara rekan kerja dan masyarakat luas.

Dalam konteks pengambilan keputusan, seorang mantan pecandu narkoba juga berisiko tidak dapat bertindak secara objektif. Pengaruh masa lalu dan godaan yang mungkin masih ada bisa memengaruhi keputusan yang diambil. Ketidakmampuan untuk sepenuhnya meninggalkan kebiasaan buruk dari masa lalu dapat berujung pada keputusan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas, melainkan lebih pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Ini tentu merugikan masyarakat dan membahayakan kredibilitas pemimpin dalam jangka panjang.

Citra lembaga yang dipimpin oleh mantan pecandu narkoba juga berada dalam risiko. Jika pola kebohongan dan ketidakjujuran terus berlanjut, maka masyarakat tidak hanya kehilangan kepercayaan pada pemimpin tersebut, tetapi juga pada institusi pemerintahan yang ia pimpin. Reputasi lembaga akan tercemar, dan ini bisa berdampak pada stabilitas pemerintahan secara keseluruhan. Reputasi yang rusak akan sulit dipulihkan, dan ini dapat mengakibatkan masyarakat semakin apatis dan tidak percaya pada sistem pemerintahan.

Seiring dengan risiko reputasi lembaga yang dipimpin oleh mantan pecandu narkoba, hal ini semakin menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam memilih pemimpin yang tepat. Pemilihan kepala daerah adalah momen penting yang menentukan arah dan masa depan suatu daerah. Dalam memilih pemimpin, masyarakat memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya melihat janji-janji kampanye, tetapi juga menilai integritas, visi, dan rekam jejak calon yang diusung. Mengingat potensi risiko yang muncul dari memilih pemimpin mantan pecandu narkoba, seperti kebohongan, manipulasi, dan ketidakmampuan dalam memenuhi janji, penting bagi kita untuk bersikap kritis. Kualitas pemimpin yang dipilih akan berdampak langsung pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, mari kita gunakan hak suara dengan bijak, mengutamakan calon yang memiliki komitmen nyata untuk melayani dan mewujudkan cita-cita bersama. Dengan partisipasi aktif dan pemilihan yang cermat, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih tidak hanya mencerminkan aspirasi dan harapan rakyat, tetapi juga memiliki integritas yang kuat untuk mengantarkan daerah kita menuju kemajuan dan kesejahteraan yang berkelanjutan.

 

(*/Akademisi UIN STS Jambi)

Advertisement